Selasa, 01 Februari 2011

Jika Terpaksa Tidak Sempurna Menutup Aurat

 [Muslimah] Jika Terpaksa Tidak Sempurna Menutup Aura

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baaz



Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz ditanya : Jika keadaan memaksa seorang wanita tidak sempurna menutup aurat dalam shalatnya atau ia menutup aurat tapi tidak sesuai dengan syari'at Islam, misalnya sebagian rambutnya terlihat atau bagian betisnya nampak karena satu atau lain hal, bagaimana hukumnya .?

Jawaban
Yang pertama kali harus diketahui adalah bahwa menutup aurat adalah wajib bagi kaum wanita dan tidak boleh baginya untuk tidak menutup aurat atau mengabaikannya. Jika telah datang waktu shalat dan seorang wanita muslimah tidak menutup aurat secara sempurna maka mengenai hal ini ada beberapa penjelasan :

Mahrom Bagi Wanita

YANG DIANGGAP MAHROM PADAHAL BUKAN DAN HAL-HAL YANG TIDAK BOLEH-

Oleh: Ahmad Sabiq bin Abdul Latif


DIANGAP MAHROM PADAHAL BUKAN
Disebabkan keogahan dalam mendalami ilmu agama Islam, maka banyak kita
jumpai adanya beberapa anggapan keliru dalam mahrom. Otomatis berakibat fatal, orang-orang yang sebenarnya bukan mahrom dianggap sebagai mahromnya. Sangat ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya. Oleh karena itu dibutuhkan pembenahan secepatnya.
Berikut ini beberapa orang yang dianggap mahrom tersebut:
1. Ayah dan anak angkat. Hal ini berdasarkan firman Allah :
"Dan Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu." (QS Al-Ahzab: 4)
2. Sepupu (anak paman/bibi). Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menyebutkan macam-macam orang yang haram dinikahi:
"Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian. (QS An-Nisa': 24)
Menjelaskan ayat tersebut, Syaikh Abdur Rohman Nasir As-Sa'di berkata:
" Hal itu seperti anak paman/bibi (dari ayah) dan anak paman/bibi (dari ibu)". (Lihat Taisir Karimir Rohman hal 138-139)
3. Saudara ipar. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
"Waspadailah oleh kalian dari masuk kepada para wanita, berkatalah seseorang dari Anshor: "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu kalau dia adalah Al-Hamwu (kerabat suami)? Rasulullah bersabda; "Al-Hamwu adalah merupakan kematian". (HR Bukhori; 5232 dan Muslim 2172)
Imam Baghowi berkata; " Yang dimaksud dalam hadits ini adalah saudara
suami (ipar) karena dia tidak termasuk mahrom bagi si istri. Dan seandainya yang dimaksud adalah mertua padahal ia termasuk mahrom, lantas bagaimanakah pendapatmu terhadap orang yang bukan mahrom?"
Lanjutnya: "Maksudnya, waspadalah terhadap saudara ipar sebagaimana
engkau waspada dari kematian".
4. Mahrom titipan.
Kebiasaan yang sering terjadi, apabila ada seorang wanita ingin bepergian jauh seperti berangkat haji, dia mengangkat seorang lelaki yang 'berlakon' sebagai mahrom sementaranya. Ini merupakan musibah yang sangat besar. Bahkan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani menilai dalam Hajjatun Nabi (hal 108) ; "Ini termasuk bid'ah yang
sangat keji, sebab tidak samar lagi padanya terdapat hiyal (penipuan) terhadap syari'at. Dan merupakan tangga kemaksiatan".

WANITA DENGAN MAHROMNYA
Setelah memahami macam-macam mahrom, perlu diketahui pula beberapa hal
yang berkenaan tentang hukum wanita dengan mahromnya adalah:
1. Tidak boleh menikah
Allah berfirman;
"Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. An-Nisa' :22-23)

2. Boleh menjadi wali pernikahan
Wali adalah syarat saya sebuah pernikahan, sebagaiman diriwayatkan oleh 'Aisyah radliyallahu 'anha bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:
"Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil (tidak sah), maka nikahnya batil, maka nikahnya batil." (HSR Abu Daud 2083, lihat Irwaul Golil 6/243)
Juga riwayat dari Abi Musa Al Asy'ari berkata Rasulullah shallallahu 'alaih wassallam bersabda;
"Tidak sah nikah kecuali ada wali. (HSR Abu Daud 2085,lihat Irwaul Gholil 6/235)

Berkata Imam At-Tirmidzi: "Yang diamalkan oleh para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wassallam dalam masalah wali pernikahan adalah hadits ini, diantaranya adalah Umar bin Khothob, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan juga selain mereka." (Lihat Sunan Tirmidzi 3/410 Tahqiq Muhammad Fu'ad Abul Baqi)