Jumat, 20 Mei 2011

KETIKA MULUT TAK LAGI BERKATA

Krismansyah Rahadi / Chrisye (1949-2007):
KETIKA MULUT TAK LAGI BERKATA
(Taufiq Ismail)


Tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, “
Bang, saya punya sebuah lagu, Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi
saya tidak puas. Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?” Karena saya suka
lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa.
Saya tanyakan kapan mesti selesai, dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya
yang lain, deadline sebulan itu bolehlah. Kaset lagu itu dikirimkannya,
berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik
berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye
menginginkan puisi relijius. Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali.
Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga.
Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah.
Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik
jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan
telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, ” Chris, maaf ya,
macet. Sori.” Saya akan kembalikan pita rekaman itu.
Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat
65 yang berbunyi, A’udzubillahi minasy syaithonirrojim. “Alyauma nakhtimu
‘alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu
yaksibuun” saya berhenti. Maknanya, “Pada hari ini Kami akan tutup mulut
mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan
bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.” Saya tergugah.
Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa! Saya hidupkan lagi
pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke larik-larik lagi
tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan
bisa masuk pas ke dalamnya.
Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu
selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.
Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon,” Chris, alhamdulillah
selesai”. Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul
inspirasi lirik tersebut.
Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar
menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis
lagi, berkali-kali. Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah,
Chrisye Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye:
Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang
karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya.
Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar
benar mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu
itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan
lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis
lagi.
Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap
sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika
Tangan dan Kaki Berkata. Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya
dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir
tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan
menceritakan kesulitan saya. “Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat
Yasin ayat 65…” kata Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat
menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali
tergetar membaca isinya. Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap
saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan
gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila!
Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal
seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri! Butuh kekuatan untuk bisa
menyanyikan lagu itu.