Sabtu, 19 Maret 2011



Mengenai paham ini ada banyak hal yg bertolak belakang dan bertentangan dengan kebenaran dan diantara beberapa kesalahan mereka, yaitu :
- melarang penghormatan dan takdhim atas Nabi saw dan para shalihin, hal semacam ini masyru’ dan dibenarkan dalam syariah dan diakui dengan hadits2 shahih dan ayat Alqur’an, namun mereka mengingkarinya dan mengharamkannya bahkan mengatakan musyrik bagi yg melakukannya.
- melarang ziarah kubur, tawassul, istighatsah, dan semua bentuk datangnya manfaat dari perantara Nabi saw dan para shalihin pun dimungkiri oleh mereka dan diharamkan, bahkan dimusyrikkan bagi yg melakukannya.
- Dan masih banyak lagi perbuatan mungkar lainnya seperti fatwa bahwa ayah dan ibu nabi adalah musyrik dll.


Thread ini dibuat untuk saling mengingatkan agar kita tidak terjebak dengan pemahaman madzhab sempalan ini karena sebagian kalangan wahabi mengakui bahwa mereka adalah Salafi (orang orang yg mengikuti para salafusshalih dari kalangan para Tabi'in dan sesudahnya dari kalangan para Imam dan Muhaddits), maka kita mesti berhati hati dalam pengakuan mereka.


next ===> Sejarah Wahabi
.

Bagian I.

Asal-usul dan sejarah perkembangannya WAHABI berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya:
Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I'tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dll.

Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Bahaiah. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama? besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa'iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi'i, menulis surat berisi nasehat: "Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A'dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin?".
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : "Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
.

Bagian II.

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama'ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan? Dengan segera dia menjawab, Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan? Lelaki itu bertanya lagi, Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim? Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar'iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama? besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Rabu, 16 Maret 2011

MENGENAL PRIBADI FATIMAH AZ ZAHRA



Riwayat yang masyhur menyebutkan bahwa Fatimah Zahra AS, hanya sempat mengenyam kehidupan yang singkat. Beliau wafat pada usia yang sangat belia, 18 tahun. Meski singkat, kehidupan beliau banyak mengandung pelajaran berharga. Kehidupan putri Rasul ini, laksana permata indah yang memancarkan cahaya. Pada kesempatan ini, kami ingin mengajak Anda untuk melihat sekelumit dari kepribadian beliau yang agung, untuk dijadikan pedoman, khususnya bagi kaum perempuan.Baca selanjutnya
Tak diragukan lagi, sebagian besar problem dan masalah yang dihadapi umat manusia adalah karena kelalaiannya akan hakikat wujud kemanusiaannya, sehingga dia terjebak dalam tipuan dunia. Sebaliknya, manusia bisa mendekatkan diri kepada Tuhan saat dia mengenal dirinya dan mengetahui tugas yang harus ia lakukan dan pertanggungjawabkan kepada Allah, Sang Pencipta alam kehidupan.
Fatimah Zahra AS, adalah seorang figur yang unggul dalam keutamaan ini. Dalam doanya, beliau sering berucap, “Ya Allah, kecilkanlah jiwaku di mataku dan tampakkanlah keagungan-Mu kepadaku. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan tugas yang aku pikul saat Engkau menciptakanku, dan jangan Engkau sibukkan aku dengan hal-hal yang lain.”
Keikhlasan dalam beramal adalah jembatan menuju keselamatan dan keberuntungan. Manusia yang memiliki jiwa keikhlasan akan terbebas dari seluruh belenggu hawa nafsu dan akan sampai ke tahap penghambaan murni. Keikhlasan akan memberikan keindahan, kebaikan, dan kejujuran kepada seseorang. Contoh terbaik dalam hal ini dapat ditemukan pada pribadi agung Fatimah Zahra AS. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Mahdi AS, “Siapakah di antara putri-putri Nabi yang lebih utama dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?” Beliau menjawab, “Fatimah.” Dia bertanya lagi, “Bagaimana Anda menyebut Fatimah sebagai yang lebih utama padahal beliau hanya hidup singkat dan tidak lama bersama Nabi?” Beliau menjawab, “Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan ini kepada Fatimah karena keikhlasan dan ketulusan hatinya.”
Sayyidah Fatimah dalam munajatnya sering mengungkapkan kata-kata demikian, “Ya Allah, aku bersumpah dengan ilmu ghaib yang Engkau miliki dan kemampuan penciptaan-Mu. Berilah aku keikhlasan. Aku ingin aku tetap tunduk dan menghamba kepada-Mu di kala senang dan susah. Saat kemiskinan mengusikku atau kekayaan datang kepadaku, aku tetap berharap kepada-Mu. Hanya dari-Mu aku memohon kenikmatan tak berujung dan kelapangan pandangan yang tak berakhir dengan kegelapan. Ya Allah, hiasilah aku dengan iman dan masukkanlah aku ke dalam golongan mereka yang mendapatkan petunjuk.”
Kecintaan Fatimah AS kepada Tuhan disebut oleh Rasulullah sebagai buah dari keimanannya yang tulus. Beliau bersabda, “Keimanan kepada Allah telah merasuk ke kalbu Fatimah sedemikian dalam, sehingga membuatnya tenggelam dalam ibadah dan melupakan segalanya.”
Manusia yang mengenal Tuhannya akan menghiasi perilaku dan tutur katanya dengan akhlak yang terpuji. Asma’, salah seorang wanita yang dekat dengan Sayyidah Fatimah AS mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorangpun wanita yang lebih santun dari Fatimah. Fatimah belajar kesantunan dari Dzat yang Mahabenar. Hanya orang yang terdidik dengan tuntunan Ilahi-lah yang bisa memiliki perilaku dan kesantunan yang suci. Ketika Allah swt melalui firman-Nya memerintahkan umat untuk tidak memanggil Rasul dengan namanya, Fatimah lantas memanggil ayahnya dengan sebutan Rasulullah. Kepadanya Nabi bersabda, “Fatimah, ayat suci ini tidak mencakup dirimu.” Dalam kehidupan rumah tangganya, putri Nabi ini selalu menjaga etika dan akhlak. Kehidupan Ali dan Fatimah yang saling menjaga kesantunan ini layak menjadi teladan bagi semua.

Kasih sayang dan kelemah-lembutan Fatimah AS diakui oleh semua orang yang hidup sezaman dengannya. Dalam sejarah disebutkan bahwa kaum fakir miskin dan mereka yang memiliki hajat, akan datang ke rumah Fatimah ketika semua jalan yang bisa diharapkan membantu mengatasi persoalan mereka telah tertutup. Fatimah tidak pernah menolak permintaan mereka, padahal kehidupannya sendiri serba berkekurangan.
Poin penting lain yang dapat dipelajari dari kehidupan dan kepribadian penghulu wanita sejagat ini adalah sikap tanggap dan peduli yang ditunjukkan beliau terhadap masalah rumah tangga, pendidikan dan masalah sosial. Banyak yang berprasangka bahwa keimanan dan penghambaan yang tulus kepada Allah akan menghalangi orang untuk berkecimpung dalam urusan dunia. Kehidupan Sayyidah Fatimah Zahra AS mengajarkan kepada semua orang akan hal yang berbeda dengan anggapan itu. Dunia di mata beliau adalah tempat kehidupan, meski demikian hal itu tidak berarti harus dikesampingkan. Beliau menegaskan bahwa dunia laksana anak tangga untuk menuju ke puncak kesempurnaan, dengan syarat hati tidak tertawan oleh tipuannya. Fatimah AS berkata, “Ya Allah, perbaikilah duniaku bergantungnya kehidupanku. Perbaikilah kondisi akhiratku, karena ke sanalah aku akan kembali. Panjangkanlah umurku selagi aku masih bisa berharap kebaikan dan berkah dari dunia ini…”
Detik-detik akhir kehidupannya telah tiba. Duka dan derita terasa amat berat untuk dipikul oleh putri tercinta Nabi ini. Meski demikian, dengan lemah lembut Fatimah bersimpuh di hadapan Sang Maha Pencipta mengadukan keadaannya. Asma berkata, “Saya menyaksikan saat itu Fatimah AS mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi dan kecintaannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu dengan nama Ali dan kesedihannya atas kepergianku. Aku memohon kepada-Mu dengan perantara Hasan dan Husein serta derita mereka yang aku rasakan. Aku memohon kepada-Mu atas nama putri-putriku dan kesedihan mereka. Aku memohon, kasihilah umat ayahku yang berdosa. Ampunilah dosa-dosa mereka. Masukkanlah mereka ke dalam surga-Mu. Sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Pengasih dari semua pengasih.”
Sebelum ajal datang menjemputnya, Fatimah Zahra AS menghadap kiblat setelah sebelumnya berwudhu. Beliau mengangkat tangan dan berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kematian bagai kekasih yang aku nantikan. Ya Allah, curahkanlah rahmat dan inayah-Mu kepadaku. Tempatkanlah ruhku di tengah arwah orang-orang yang suci dan jasadku di sisi jasad-jasad mulia. Ya Allah, masukkanlah amalanku ke dalam amalan-amalan yang Engkau terima.”
Tanggal 3 Jumadi Tsani tahun 11 Hijriyyah, Fatimah Zahra putri kesayangan Nabi menutup mata untuk selamanya. Beliau wafat meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berharga bagi kemanusiaan. Hari ini, kami mengucapkan belasungkawa kepada para pecinta keluarga suci Rasul.  
Rasul pernah menyifati putrinya, Fatimah AS dengan sabdanya, “Allah telah memenuhi hati dan seluruh anggota tubuh Fatimah dengan keimanan dan keyakinan.” Kepada putrinya itu, beliau pernah bersabda, “Fatimah, Allah telah memilihmu dan menghiasimu dengan makrifat dan pengetahuan. Dia juga telah membersihkanmu dan memuliakanmu di atas wanita seluruh jagat.“  
Kecintaan Rasulullah SAW kepada Fatimah Zahra AS merupakan satu hal khusus yang layak untuk dipelajari dari kehidupan beliau. Di saat bangsa Arab menganggap anak perempuan sebagai pembawa sial dan kehinaan, Rasul memuliakan dan menghormati putrinya sedemikian besar. Selain itu, Rasulullah SAW biasa memuji seseorang yang memiliki keutamaan. Dengan kata lain, pujian Rasul kepada Fatimah adalah karena beliau menyaksikan kemuliaan pada diri putrinya itu. Nabi SAW tahu akan apa yang bakal terjadi sepeninggalnya kelak. Karena itu, sejak dini beliau telah mengenalkan kemuliaan dan keagungan Fatimah kepada umatnya, supaya kelak mereka tidak bisa beralasan tidak mengenal keutamaan penghulu wanita sejagat itu.
Suatu hari, seorang sahabat bertanya kepada Rasul, “Mengapa Anda tidak memperlakukan anak-anak Anda yang lain seperti Fatimah?” Rasul menjawab, “Engkau tidak mengenal Fatimah. Aku mencium bau surga pada diri Fatimah. Engkau tidak tahu bahwa keredhaan Allah ada pada keredhaan Fatimah dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan Fatimah.”
Kesempurnaan manusia tidak mengenal jenis jantina. Kesempurnaan itu adalah sebuah anugerah yang diberikan Allah kepada hamba-Nya untuk dapat mengenal dirinya lebih dalam. Fatimah adalah contoh nyata dari sebuah kesempurnaan. Dengan mengikuti dan meneladaninya, kesuksesan dan kebahagiaan hakiki yang menghantarkan kepada kesempurnaan akan bisa digapai. Fatimah adalah wanita yang banyak menimba ilmu, makrifat dan hikmah hakiki.  Keluasan ilmunya tampak sekali dalam khotbah yang beliau sampaikan di masjid Nabi, di hadapan para sahabat.
Dalam khotbah itu, Fatimah AS menjelaskan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri dan masyarakat adalah dengan memegang teguh agama dan patuh kepada perintah Allah. Beliau yang mengetahui psikologi masyarakatnya menerangkan berbagai kekurangan yang ada di tengah mereka. Dalam khotbah itu, Fatimah AS membawakan berbagai ayat suci Al-Qur’an dan menjelaskan tafsirannya. Peristiwa yang terjadi di masa lalu, sejarah umat-umat terdahulu yang layak dijadikan pelajaran dan bahan peringatan, diungkapkannya. Dalam khotbah tersebut Fatimah sebagai seorang hamba yang saleh dan arif yang hakiki, menjelaskan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta.
 Fatimah Zahra AS, adalah wanita yang mengenal betul kondisi di tengah masyarakat. Beliau sadar akan adanya makar dan tipu daya musuh-musuh Islam. Hal itulah yang kemudian beliau ungkapkan dalam khotbahnya. Singkatnya, Fatimah AS sebagai seorang yang mengetahui seluk beluk politik dan sadar akan kondisi di zamannya, menerangkan kepada semua orang bahwa Islam adalah agama terakhir Tuhan dan syariat yang paling sempurna. Beliau juga menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keselamatan adalah dengan mengikuti jejak Ahlul Bait AS.
Berikut ini adalah sekelumit dari khotbah Sayyidah Fatimah Zahra AS di masjid Nabi. “Rasulullah diutus saat seluruh bangsa terpecah-pecah. Mereka menyembah berhala. Meski mengenal Tuhan, mereka mengingkarinya. Dengan perantara Muhammad, Allah menyingkap tabir syirik dan kekafiran. Dia membersihkan kotoran dari hati, dan Dia berikan cahaya di mata. Muhammad dengan cahaya petunjuk bangkit di tengah umat untuk menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke cahaya benderang. Dia menggiring umat ke arah agama yang kuat dan mengajak mereka kepada kebenaran.

Selasa, 15 Maret 2011

BUAH PAHIT PACARAN




Istilah ‘Pacaran’ dapat didefinisikan sebagai interaksi intensif antara pria dan wanita yang didasari komitmen perasaan suka atau mencintai, tanpa perlu disahkan lewat satu momentum pernikahan. Seperti lazimnya sebuah interaksi, kegiatan tersebut meninggalkan suatu dampak. Merunut banyak konsep lain yang bertentangan dengan syari’at ALLOH Azza Wa Jalla - yang melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an maupun utusan-Nya Muhammad SAW telah mengingatkan akan bahaya berduaan antara lawan jenis yang bukan muhrim di tempat yang sepi, serta peringatan untuk tidak mendekati zina-, maka aktivitas ‘Pacaran’ tersebut, ujung-ujungnya seringkali malah berbuah kesengsaraan terhadap pribadi-pribadi yang terlibat.
Beragam fakta telah menjelaskan betapa aktivitas ‘Pacaran’ mengandung kemudharatan yang besar.
Di berbagai media massa atau barangkali juga di sekitar lingkungan tempat kita tinggal maupun bekerja, kita sering menyimak peristiwa-peristiwa tragis yang disebabkan oleh hubungan bebas antara dua insan lain jenis yang memadu kasihnya di luar koridor syari’at. Maraknya aborsi, pembuangan bayi ataupun kisah seorang gadis yang bunuh diri akibat dinodai lalu ditinggal pergi, merupakan fakta dan realita yang bisa memaparkan betapa buruknya dampak interaksi intensif pria-wanita di luar pengesahan lembaga pernikahan. Anehnya, para remaja seolah-olah menganggap kegiatan tabu tersebut sebagai hal lumrah dan sesuatu yang wajar diecap dalam pergaulan masa-masa pubertas, meski jelas-jelas fakta menunjukkan bahwa hal tersebut bisa mengandaskan masa depan mereka.
Banyak remaja justru merasa minder dan terhina seandainya ia tidak pernah melewati fase berpacaran, terutama saat mereka masih duduk di bangku sekolah. Bahkan ketika tengah kuliah di perguruan tinggi. Mereka malah berusaha keras dengan mengorbankan waktu belajar, tenaga, bahkan uang yang masih berupa suplai dari kedua orang tua, hanya untuk menarik perhatian seseorang yang dikiranya pantas dijadikan kekasih. 






Budaya berpacaran di kalangan remaja, berkembang atas pengaruh dari berbagai kultur wadak yang mudah merasuk, referensif, dan cenderung diadopsi begitu saja oleh kaum remaja. Kultur wadak tersebut dikemas secara menarik dalam film-film bertemakan percintaan, lagu-lagu cinta yang berlirik pujian, pengharapan atau keputus-asaan karena buaian cinta seorang kekasih. Secara mental, film telah mengilhami bagaimana hubungan kedua insan berlainan jenis dijalin melalui ruang-ruang falsafi yang indah.
Tidak cukup dengan pendekatan filosofis saja, film-film populer dengan tema percintaan menyuguhkan pula adegan kontak fisik, mulai dari ‘hanya’ saling menggenggam tangan, berpelukan, berciuman sampai kontak fisik layaknya suami-istri. Visualisasi dari film-film tersebut telah menghadirkan lukisan indah di benak para remaja, sekaligus membangkitkan hasrat naluriah manusia yang mereka punyai. Tetapi, karena belum cukup secara umur dan materi, akhirnya para remaja yang terpengaruh, lebih suka memenuhi kebutuhan psikis dan biologisnya dengan cara berpacaran. Padahal, sarana tersebut tidak lain hanyalah sebuah wadah tipuan setan, yang selalu tampak wajar dan juga seringkali teramat manis dipandang.
Sepantasnya manusia percaya bahwa pilihan ALLOH SWT pasti merupakan pilihan yang terbaik. Jika merasa diri belum cukup mampu untuk menikah, tak perlu menyalurkan hasrat naluriahnya ke dalam sebuah jalinan aktivitas berpacaran. Karena jodoh di tangan ALLOH, seseorang yang kita pacari, bisa jadi bukanlah jodoh kita yang sejati meskipun kita sama-sama berjanji untuk menikah di suatu hari nanti. Banyak pasangan yang berpacaran sampai bertahun-tahun akhirnya malah berpisah, tidak saling menikah. Bayangkan jika kita termasuk orang yang ditakdirkan mengalaminya.
Betapa meruginya kita, jika perhatian, harta, bahkan mungkin penyerahan secara fisik telah kita lakukan, namun semuanya seakan tak berarti ketika ‘si dia’ pergi begitu saja. Sudah barang tentu, suami atau istri yang ditakdirkan menjadi jodoh kita tak akan bisa menempati posisi person yang istimewa. Bahkan pada beberapa kasus, perasaan cemburu dan perasaan tidak istimewa tersebut, seringkali efektif meretakkan keharmonisan sebuah keluarga. Sehingga cita-cita rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah, yang merupakan perwujudan dari ‘surga dunia’, tidak akan pernah kita rasai.
Karena buah pahit dari berpacaran secara faktual dan realita membawa kesengsaraan di masa sekarang dan masa kehidupan yang akan datang, maka seharusnyalah kaum pemuda-pemudi Islam tidak melakukan interaksi intensif yang disebut ‘pacaran’ tadi. Lebih baik kegiatan mereka dialihkan pada berbagai aktivitas merawat fisik, memperindah hati, menekunkan ikhtiar, selagi belum ditakdirkan ALLOH SWT mendapatkan jodoh.
Dengan usaha yang optimal dan istiqomah secara moril dan materil, maka ALLOH pasti memberikan pasangan yang terbaik, yaitu seseorang yang dapat menjalin kasih dan tempat kita mempersembahkan keutuhan diri, karena itulah janji yang termaktub dalam firman-Nya.
Kemesraan akan hadir dengan segala keindahannya, karena dua orang yang taat menjaga kesucian, akan sama-sama merasa istimewa dihadapan pasangannya. Itulah makna hakiki dari hubungan cinta antara seorang lelaki dan seorang wanita yang diberkahi oleh ALLOH Azza wa Jalla. Yang telah Ia jadikan pula sebagai salah satu jalan utama untuk mencapai ridha dan cinta-Nya.

SESUNGGUHNYA INILAH AKU ADANYA




Sesungguhnya aku dapati diriku dalam keadaan telanjang, kemudian Dia beri aku pakaian.
Sesungguhnya aku dapati diriku dalam kebodohan, kemudian Dia beri aku lentera ilmu.
Sesungguhnya aku temui diriku dalam kelemahan iman, fisik dan mental, kemudian Dia beri aku keteguhan dan kekuatan
Sesungguhya aku dapati diriku dalam kesesatan dan kejahiliyahan, kemudian Dia memberi aku petunjuk.
Sesungguhnya aku dapati diriku dalam kegelapan, kemudian Dia beri aku cahaya.
Sesungguhnya aku dapati diriku dalam kebingungan, kemudian Dia beri aku jalan keluar.
Sesungguhnya aku dapati dirku dalam kehinaan dan kerendahan, kemudian Dia beri aku kemuliaan dan izzah serta iffah.
Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakekat kemanusiaanya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang lebih baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif.
Mimpi-mimpiku hari ini adalah kenyataan hari esok. Yang akan aku wujudkan dengan kerjasama dan azzam yang mantap. Kemudian bumi yang merana ini akan aku cerahkan dengan kesegaran embun fikrah yang aku miliki. Yang berkuasa tidak akan selamanya di pucuk pimpinan. Yang lemah tidak akan selamanya di bawah. Yang berjuang akan menuai hasil gemilang dan berkah, aku pun terus bersiap untuk turut ambil bagian dalam perjuangan itu.
Fikrahku ini akan menang jika kita memiliki iman kuat, tulus dan ikhlas, serta semangat yang berkobar dalam berjuang. Seorang pejuang memiliki empat ciri khas, yaitu iman, ikhlas, semangat dan amal. Dasar iman adalah hati yang hidup, asas ikhlas adalah hati yang suci murni, landasan semangat adalah perasaan yang kuat, sedangkan amal adalah tekat yang selalu segar.
Akan kupegang terus azzamku ini, karena sesungguhnya sholatku, ibadahku, dan matiku hanyalah untuk Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.
Inilah aku, sedangkan kamu, kamu siapa?